Kamis, 10 Mei 2012

Pemberontakan Lewat Seni Rupa

Pemberontakan Lewat Seni Rupa
(Oleh : Poloria Sitorus)

 
Pada Sabtu (05/5) lalu, tepat pukul 19.15 WIB resmi dibuka Pameran Seni Rupa Medan Contemporary Arts Festival (MCAF) II. Bertempat di Ruang Pameran Taman Budaya Sumatera Utara, Medan, pameran kali ini menghadirkan karya-karya para pekarya muda yang bergiat di berbagai komunitas seni rupa di kota Medan. Mereka adalah SAHALA, Me & Art, Vandals Stone, LKL, Mentosa Art, Metavana, Arie Damanik (Coro Siantar), BOSMAN, Hendra Siahaan, Sinji, Icut Siboro, Rico Omz, Irwanson, Bagus Pribadi, Bambang, Yashar, dan Teguh.
            Pameran Seni Rupa yang bertemakan “Urban Arts” ini sengaja diusung sebagai bentuk kegelisahan dan sumber kreatifitas para pekarya muda dalam merespon kondisi sosial masyarakat urban, khususnya di kota Medan. Melalui bahasa rupa yang intens berdialektika dengan dinamika urban, masalah urban pun lantas menjadi sesuatu yang menantang bagi para perupa muda Medan ini. Ide-ide kreatif mereka hasilkan lewat sentuhan-sentuhan artistik di atas kanvas. Sehingga karya-karya yang dipamerkan di Gedung Pameran tersebut menjadi sajian yang unik dan menarik.
Beberapa karya ‘Seni Instalasi’ yang ditampilkan di halaman Gedung Pameran juga  menjadi pembuka yang menyentak mata para pengunjung. Baju-baju, celana, beberapa celana dalam pria, sepeda anak-anak, sepasang sepatu pria dewasa, dan berbagai jenis instalasi lainnya yang tergantung di sekitar halaman gedung pameran, tak ayal mengingatkan kita pada keseharian. Setidaknya, banalitas yang menyembul dalam karya-karya di pameran ini seakan melemparkan kita kembali pada realitas sehari-hari, yang konon sedikit terlupakan.
Adie Damanik, salah seorang pekarya muda dalam MCAF II ini mengatakan, bentuk instalasi yang mereka rancang ini merupakan simbol pemberontakan terhadap perubahan peradaban dan fenomena hidup manusia urban di kota Medan saat ini. Bahkan jauh sebelum mengadakan event ini, lanjut Adie, mereka melakukan observasi ke beberapa titik (daerah di kota Medan) seperti ke tempat pembuangan sampah di Pancur Batu, ke Mall (Carefour), ke tempat-tempat prostitusi, dan beberapa tempat lainnya.
Ambil contoh “instalasi celana dalam” (pakaian dalam pria), itu merupakan gambaran bahwa dunia prostitusi di kota Medan sudah semakin tak terkendali, bahkan harga diri telah ‘dipajang’ di mana-mana. Namun sebagai karya seni yang mengusung tema kontemporer, tentu itu semua kembali pada interpretasi (penafsiran) setiap orang, terutama para penikmat seni itu sendiri,” tambah Adie Damanik, mahasiswa yang tergabung di Komunitas Coro Siantar ini.
Berkaitan dengan itu, beberapa karya yang menggambarkan dunia seksualitas (dengan sedikit vulgar) juga merupakan bagian dari fenomena urban tersebut. Seperti berbagai lukisan yang memajang pakaian dalam wanita, serta lukisan-lukisan yang menggambarkan indahnya tubuh wanita, dan lain sebagainya.
Instalasi sepeda anak-anak yang digantung di halaman Gedung Pameran, tambah Adie Damanik, merupakan kritik sosial, di mana saat ini sudah tidak ada lagi kebebasan untuk bermain (khususnya bagi anak-anak). Kebebasan yang dimaksud lebih kepada tempat bermain. “Sebab ruang bermain telah dibatasi oleh padatnya gedung-gedung dan bangunan-bangunan. Hampir tak ada lagi ruang berupa lapangan kosong untuk bermain bagi anak-anak di kota ini,” tutur Adie Damanik.
Yang lebih unik lagi, ada sebuah instalasi di bagian atap Gedung Pameran, beberapa kursi dan meja disusun rapi ditambah instalasi lainnya. Menurut penjelasan Adie Damanik, itu merupakan sebuah kritik terhadap para pejabat negeri ini. Para pejabat yang menempatkan dirinya jauh di atas, tidak terjangkau oleh rakyat, dan seolah tak ingin melihat masyarakat bawah. Maka lewat karya-karya instalasi ini, para pekarya Sumut 2012 mencoba menampung jeritan rakyat yang lalu mereka sampaikan lewat pameran MCAF II.
Melihat latar belakang para pekarya muda yang kebanyakan mahasiswa, tentu adanya apresiasi, dukungan atau bentuk kepedulian lainnya dari para penikmat seni, khususnya dosen Seni Rupa sangat diharapkan.
“Meski baru sebagian kecil, paling tidak ada beberapa dosen yang memberikan kritiknya saat melihat karya-karya kami. Dan kritik tersebut tentu merupakan bentuk apresiasi dan dukungan yang sangat berharga,” kata Adie Damanik menyikapi adanya kritik dari kalangan akedemisi kampus. “Lebih dari itu, kita juga mengharapkan kunjungan langsung dari para dosen seni rupa tersebut. Sebab kunjungan mereka sangat berarti bagi para pekarya muda seperti kami ini,” tambah Adie Damanik menutup perbincangan kami di tengah-tengah pengunjung pameran malam itu.
Pameran Seni Rupa MCAF II yang bertema “Urban Art” ini dijadwalkan berlangsung selama satu minggu (05 Mei – 12 Mei 2012). 
Pameran juga dilanjutkan dengan diskusi “Urban Arts” serta Workshop Performance Kolaborasi Pekarya Muda Sumut 2012 pada Kamis (10/5), bertempat di Ruang Pameran dan Open Stage Taman Budaya Sumatera Utara, Medan.
           

 
Foto (1) Instalasi, karya : Adie Damanik & Irwanson Tamba
















 
Foto (2) KEHILANGAN, karya : Yashar
 



 

















Foto (3) NAFSU, karya : W. Siboro


 

















Foto (4)
Para perupa berfoto di depan Gedung Pameran, ketika acara pembukaan resmi Pameran Seni Rupa, Sabtu 05 Mei 2012 (pkl.19.30Wib) Taman Budaya, Sumatera Utara – Medan.















Foto (5) Tampak beberapa pengunjung sedang sibuk mengambil sesi foto lukisan dan rupa-rupa yang dipajang di Gedung Pameran, Taman Budaya, Sumatera Utara - Medan.















Foto (6) : Seorang pengunjung tampak sedang asyik mengamati sebuah lukisan di Gedung Pameran-Taman Budaya Sumatera Utara - Medan.
  














Oleh : Poloria Sitorus, Medan, 06 Mei 2012
Penulis adalah pecinta seni. Saat ini bergiat di Komunitas Sastra Indonesia (KSI)-Medan.

Harian BATAK POS, Kamis 10 Mei 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar