Selasa, 29 November 2011

Hanyalah Sebatas Tanya Pada Diri Sendiri


Hanyalah Sebatas Tanya Pada Diri Sendiri
(Poloria Sitorus)

“Menulis adalah tugasku..!”
__Ria Sitorus__
           
            Adalah aku, satu sosok yang mampu engkau pandang dengan mata telanjangmu. Sesosok tubuh, raga, yang tiada sempurna. Aku hanyalah perempuan buruk rupa, bagi para lelaki yang memiliki standar nilai tinggi untuk menilai kecantikan seni di tubuh seorang perempuan.
Adalah aku, satu sosok yang serba berkekurangan dari karakter dan kepribadian, bagi mereka yang memahami kesempurnaan kepribadian dan karakter orang lain. Adalah aku, yang sungguh tiada sempurna..!
            Tapi kali ini, aku datang padamu. Siapa pun engkau yang pernah mengenal diriku, ragaku, sosokku dengan mata telanjangmu. Tetapi bukan aku yang jelas tampak di mata telanjangmu. Adalah AKU, sesosok mahluk yang juga hidup dan ada bersemayam di dalam raga ini. AKUlah jiwa/ruh yang selama ini menempati raga. Adalah AKU yang sesungguhnya.
            Pernahkah engkau melihat AKU dari dalam dirimu juga. KAU yang ada bersemayam di dalam diri dan ragamu itu? Ataukah dunia terlalu indah, menyilaukan mata kita sehingga tidak dapat melihat satu sama lain yang ada di dalam jiwa kita masing-masing..? Oh, nurani…dimana kini? Masih kah ada..?


(tulisan ini, hanyalah sebatas tanya pada diri sendiri)
__Ria Sitorus__
Selasa, 29 Nov 2011/21.12Wib


Senin, 28 November 2011

Kutitip DOA ke Pangkuan Sang Rembulan

Kutitip DOA
            ke Pangkuan Sang Rembulan

Dunia fana--
aku lelah berjalan
kuingin singgah
di pangkuan sang rembulan
bermanja menikmati cahaya kasih-Mu
tulus suci

__Ria Sitorus__
Selasa, 29 Nov 2011/14.22Wib
(rumah rasa-KU)

Menjejak Tano Hatubuan-1


Puisi Hata Batak (Sinurat ni Poloria br Sitorus)

Menjejak Tano Hatubuan-1

Hulangkahon pamatang nang rodi tondinghu
manaripari titi papan di ginjang ni aek mandosi
tu harbangan ni huta hatubuan
hubereng dainang mulak sian porlak
manuhuk hirang-hirang di abinganna
mamboan; hunik, alia, gadong manjilir dohot ingkau-hau
engkel suping nai tahe tung mansai uli dope di rohanghu

Nuaeng sahat au di huta hatubuan
sian hudon tano diullushon alogo
manorusi sian ringgang ni dorpi topas ni jabu nami na metmet
angur ni dekke naniarsik marangkup andaliman

Marabur ilu ala ni sihol naung marsigorgor
dohot tamiang hupangidohon di bagas roha na ias pita
Paima Dainang au di harbangan ni huta on,
unang ‘lao’ hamu seleleng au ndang mulak muse”


_Poloria Sitorus_
Tambud-Medan, Sabtu 12  Maret 2011 (14.23wib)

Note : diksi dibagasan hata Batak, dipaune oleh M.Naipospos

Jumat, 09 September 2011

Tarian Luka Malam ini

Tarian Luka Malam ini
 (Untuk~mu..)

Malam ini kota hatiku begitu sepi
tanpa sapa darimu
apakah angin mengingkari janji
‘tuk sampaikan pesan rinduku padamu?
atau mungkinkah hatimu kini
yang tak lagi mampu menerjemahkan rinduku?

_Ria Sitorus_
Jumat, 09 Sept 2011

Rabu, 07 September 2011

Hukumanku


Hukumanku
(Oleh : Poloria Sitorus)

Dengan apa ‘ku harus menghukum diri
Bagaimana ‘ku harus mencambuk diri
Agar semuanya bisa berakhir disini
Dan takkan pernah terulang lagi
            ‘Tuk mencatat kisah tragedi
            Kekalahan kegagalan ‘tuk kesekian kali
Tak cukup dengan gerimis air mata
Dengan seribu sesal sesat tak bermakna
Atau dengan jeritan dan rintihan jiwa
Yang setiap saat memberontak meronta
di dalam dada
            Aku akan bangkit
            Berjuang meraih asa
            Yang masih tersisa

Oleh : Poloria Sitorus
Medan, 07 Juli 2007 (01.05wib)
(diedit kembali, Kamis 17 Maret 2011/20.28wib)

Senin, 29 Agustus 2011

Cecilia dan Malaikat Ariel (Sebuah Novel Filsafat Yang Memukau)

Judul novel : Cecilia & Malaikat Ariel
Pengarang : Jostein Gaarder
Penerjemah : Andytias Prabantoro
Penerbit : Mizan Pustaka, Desember 2008
Tebal: 211 halaman

Jostein Gaarder awalnya sukses dengan novel filsafatnya, Dunia Sophie. Edisi terjemahannya yang pertama terbit Oktober 1996 (Mizan) dan pada November 2006 telah mencapai cetakan XVIII.

Buku yang pertama terbit dalam bahasa Norwegia berjudul Sofie's Verden pada 1991 dan hingga kini telah diterjemahkan ke dalam 53 bahasa, serta sudah terjual 30 juta kopi. Pada 1995, novel ini menduduki posisi pertama dalam daftar best seller dunia mengalahkan The Celestine Phrophecy karya James Redfield yang konon telah mengubah hidup banyak orang.

Setelah sukses Dunia Sophie, Mizan menerbitkan terjemahan karya Jostein Gaarder, mulai dengan Gadis Jeruk (2005), Putri Sirkus dan Lelaki Penjual Dongeng (2006), Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken, Maya (2008), dan Cecilia dan Malaikat Ariel (Desember 2008). Dari keenam buku itu, hanya Dunia Sophie (561 halaman) dan Maya (458 halaman) yang punya ketebalan cukup, sedangkan yang lain tiga ratusan halaman atau kurang.

Jika Dunia Sophie mencoba membeberkan sejarah filsafat dengan cara yang sederhana, Maya mempersoalkan terjadinya alam semesta dan penciptaan manusia, apakah keberadaan kita di muka bumi ini kebetulan atau punya tujuan tertentu.

Cecilia dan Malaikat Ariel masih berkutat tentang filsafat adanya dunia dan surga, antara manusia dan malaikat, dan mempertemukan dua makhluk ciptaan Tuhan itu untuk berdialog membuka rahasia masing-masing. Tuhan menciptakan manusia dari elemen-elemen yang ada di bumi, yang bisa tumbuh dan akhirnya mati, sedangkan malaikat diciptakan dari unsur yang berbeda sehingga mereka tak punya indra, tak tumbuh, juga tak mati. Seperti Dunia Sophie, Jostein Gaarder memilih tokoh gadis muda Cecilia sebagai medium pemikirannya tentang manusia, malaikat, dan Tuhan.

Ketika mula-mula diciptakan, Adam dan Hawa sebagaimana penghuni surga adalah anak-anak yang tak tumbuh sehingga tak bisa mati. Tapi, setan dengan segala tipu daya membujuk Adam dan Hawa untuk memakan buah larangan, yang menghidupkan pancaindra mereka dan jadilah mereka sebagaimana manusia sekarang yang tumbuh serta akhirnya harus meninggalkan surga.

Dialog antara Cecilia Skotbu, gadis belia berambut panjang yang sedang terbaring sakit, dengan malaikat Ariel, yang datang berkunjung dan menghiburnya, sangat menarik dan sering mengejutkan. Sejumlah hal kecil yang tak terbayangkan dan menjadi persoalan, justru muncul ke permukaan dan dibicarakan bersama.

Malaikat Ariel tampaknya turun ke bumi untuk mencari tahu rahasia kehidupan manusia, bagaimana rasanya menjadi manusia, yang tentu saja tak mampu dilakoninya tetapi dicoba untuk dipahaminya. Demikian pula Cecilia Skotbu yang sedang terbaring sakit pada hari Natal juga berusaha memahami kehidupan malaikat dan bertanya tentang kehidupan di surga.

Cecilia menuliskan semua kesimpulan pertemuannya dengan Ariel dalam Diari Cina, buku catatan pribadi Cecilia Skotbu yang merupakan inti kisah ini Misalnya pada hal 67-68 dia menulis: "Setiap detik, bayi-bayi baru muncul dari lengan 'Jas Tuhan', sim salabim! Setiap detik pula, ada orang-orang yang menghilang. Mantra 'Keluar' terucap, maka kau pun harus keluar. Bukan kita yang datang ke dunia. Dunialah yang datang kepada kita. Terlahir sama artinya dengan dianugerahi seluruh dunia ini. Kadang-kadang, Tuhan hanya berkata, Aku tahu, banyak hal bisa dibikin berbeda, tetapi semua sudah terjadi, dan Aku sudah berbuat sebisa-Ku."

Dialog antara Cecilia dan Ariel mengungkap rahasia bumi, manusia, surga, dan Tuhan. Karena malaikat tidak punya pancaindra, dia tidak melihat dan mendengar seperti halnya manusia. Malaikat menerima kata-kata secara langsung dengan merasakannya. Ariel memberi contoh orang buta-tuli yang melihat dan mendengar dengan hatinya. Tentang rahasia manusia dan bumi, Ariel mengatakan, "Aku tidak tahu rasanya punya badan dari darah dan daging. Aku tidak tahu rasanya tumbuh. Aku tidak tahu rasanya makan, kedinginan, dan bermimpi indah."

Nasib Cecilia dapat diduga pada halaman 73, yang dipahami sebagai foreshadowing untuk apa yang akan terjadi kelak di akhir cerita. Teknik ini dipakai dalam prosa fiksi untuk mempertanggungjawabkan apa yang nantinya diceritakan, sehingga pengarang tak dianggap ngibul karena bercerita sesuka hatinya. Dialog dengan Ariel sebagai berikut:

"Terakhir kali aku bertugas sebagai malaikat pendamping adalah di Jerman, lebih dari seratus tahun lalu."
"Siapa yang kau dampingi saat itu?"
"Nama anak itu Albert dan dia benar-benar sakit keras."
"Akhirnya, bagaimana keadaannya?"
"Sayangnya tidak terlalu baik. Karena itulah, aku ada di sana."
"Tentunya kau tidak berkunjung hanya ketika keadaan buruk, kan?"

Tentang kebesaran Tuhan, Gaarder menulis: "Setiap mata adalah sekeping kecil misteri Ilahi? Penglihatan adalah pertemuan antara benda dan pikiran. Dialah gerbang agung antara matahari dan pikiran. Mata manusia adalah cermin tempat sisi kreatif dari kesadaran Tuhan bertemu muka dengan diri-Nya sendiri dalam ranah ciptaan..."

Tentang kematian, Cecilia menulis catatan yang indah: "Saat ajal menjemputku nanti, untaian mutiara halus keperakan akan terberai dan butir-butir mutiara akan terserak, bergulir melintasi negeri ini, dan berlari pulang ke ibu-ibu mereka, tiram-tiram di dasar laut?"

Novel ini juga bicara soal otak dan cara kerjanya, tentang saraf, serta rahasia tubuh kita dan rahasia dunia ini. Benar-benar memukau pembaca yang mau berpikir tentang berbagai kemungkinan yang telah ditanggung oleh manusia.



Sumber : http://www.goodreads.com/topic/show/124731-cecilia-malaikat-ariel-kisah-indah-dialog-surga-dan-bumi

Saya salah satu pecinta karya-karya Jostein Gaarder (~_~)

Sabtu, 12 Februari 2011

~Surat Untuk Sahabatku (yang dulu..)~


Untuk Sahabatku; Vee..

~Surat Untuk Sahabatku (yang dulu..)~
; Yang Kini Telah "Jauh..!"

“Aku sangat memohon maaf thdp~mu, Vee, sahabatku.. atas kelancanganku menulis surat ini dan atas semua sikapku yang seolah mjdi sangat egois thdp~mu. Tapi sesungguhnya jauh di dlm diriku, entah di palung hati yang mana aku mengutuk diri sendiri. Aku merasa sudah tidak berarti apa-apa lagi…Sebab aku telah mjdi gagal membina indahnya kolam kasih yang kucita-citakan sendiri, dlm setiap jalinan persahabatan yang kubangun di rumahrasa-ku. Bagai seonggok kayu yg siap terbakar dgn bara api, dan hanya akan menjadi abu—takkan mampu lagi bahkan mjdi arang sekalipun, yg mungkin masih dpt dipergunakan dikemudian harinya..”

Sahabatku, engkau lihat aku pura-pura tegar, seolah tidak terlalu memikirkan masalah yg bergejolak diantara kita saat ini.. Sementara di sisi lain, aku mungkin mjdi pihak yg sangat tertekan bhatin dalam hal ini. Tapi sekali lagi, kalau mmg menurut~mu, persahabatan kita yg dulu pernah mengalir hangat (yang kini telah membeku)..tidak mungkin lagi kita cairkan untuk mengaliri sungai kasih yang kian mengering diantara dua pribadi sahabat, dan kalau tidak mungkin lagi utk saling memperbiki diri…
Maka harapanku mungkin sia-sia, walau naluri berkata jujur untuk tetap mengalirkan kasih itu..!


Semoga, langit masih sudi turunkan hujan 'tuk mengaliri "sungai kita" yang kian mengering. Agar tumbuh teratai indah yang mampu menyejukkan hati kita..

dariku ; sahabatmu,
yang selalu setia menunggu hadirmu disini, di rumahrasa-ku
"R!@~Sitorus"