Jumat, 21 Agustus 2015

Kau dan Aku Mencari Jalan PULANG


Kau dan Aku
Mencari Jalan PULANG
(Oleh : Ria Sitorus)

Kau dan aku
mencari tempat paling misteri
ingin menemukan jalan pulang 
--kita masing-masing.

Setelah seribu empat ratus hari, aku menyadari
hanya ada dua hari yang kita lewati bersama.
Hari pertama—pertemuan, dimana hati mekar berbunga
dilimpahi kebahagiaan. Seluruh penghuni Bumi berpesta,
angkuh menguasai hati kita. Lalu—kita lupa hari kedua
yang akan datang. Tawa lepas. Lupa pada apapun! Segalanya
terasa indah. Aku memilikimu utuh dan nyata. Dan kau
menjadikanku tawanan cintamu.
* “Di tangan lelaki—
perempuan yang sedang jatuh cinta adalah mainan,” ucapmu berkali-kali.
Kau dan aku buta dan tuli pada bisik malaikat. Malam-malam
senantiasa purnama berhias kerlip bintang.

Saat hari kedua datang
kekejaman takdir menghantam. Badai tiada henti.
Hari perpisahan—matahari menjadi api, malam berubah kelam. Segala
bunga layu—mati !
Duka-lara menyesak dada
yang terluka. Kehilangan. Setelah
mencecap cinta yang utuh. Segalanya diambil kembali. Kau
tak lagi milikku. Aku—
tak jua milikmu.

Kau dan aku mencari jalan pulang
ke tempat paling misteri
berjalan sendiri-sendiri
di antara malam-malam yang sunyi
tanpa membisiki nyanyian rindu lagi.

Di hari ke-seribu empat ratus satu
aku tak henti menghitung mundur waktu
aku tarhenyak—
pada satu kenyataan. Hanya ada dua malam
yang kita telusuri dalam rasa.
Malam pertemuan dan malam perpisahan.

Hanya ada dua malam;
malam pertama, bulan penuh cahaya—malam purnama yang indah
sesuatu yang gaib menyatukan getaran dua hati kita.
Malam penuh cinta. Penuh gelora rindu.

Malam kedua, malam kelam tanpa bulan
tanpa satu pun kerlip bintang
malam jahanam yang paling gulita
menggelapkan hati dua insan dalam rindu dendam
mengharu biru—Malam perpisahan
saat sang takdir mengambil kembali segala
milik-Nya dari kefanaan.

Pada malam ke 1.401 kuingat lagi
pesanmu; “Kau harus selalu siap didatangi
dan ditinggalkan dalam kehidupan fana.”
kutulis sebagai narasi terindah dalam catatan kenangan.

Malam-malam berikutnya
kubaca kembali satu paragraf pesan terakhirmu.
Lalu aku bebas. Bebas dari cinta semu.
Dari derita rindu.
Bebas dari jerat dendam.
Aku lepas. Terbang—
bersama mimpi-mimpi
yang kau tanam di dadaku.
(*)



(Naroemontak; 31 Juli 2015)


#Tanah Rantau

Tidak ada komentar:

Posting Komentar