Kau
dan Aku
Mencari
Jalan PULANG
(Oleh : Ria Sitorus)
Kau
dan aku
mencari
tempat paling misteri
ingin
menemukan jalan pulang
--kita masing-masing.
Setelah
seribu empat ratus hari, aku menyadari
hanya
ada dua hari yang kita lewati bersama.
Hari
pertama—pertemuan, dimana hati mekar berbunga
dilimpahi
kebahagiaan. Seluruh penghuni Bumi berpesta,
angkuh
menguasai hati kita. Lalu—kita lupa hari kedua
yang
akan datang. Tawa lepas. Lupa pada apapun! Segalanya
terasa
indah. Aku memilikimu utuh dan nyata. Dan kau
menjadikanku
tawanan cintamu.
*
“Di tangan lelaki—
perempuan yang sedang jatuh cinta
adalah mainan,” ucapmu berkali-kali.
Kau
dan aku buta dan tuli pada bisik malaikat. Malam-malam
senantiasa
purnama berhias kerlip bintang.
Saat
hari kedua datang
kekejaman
takdir menghantam. Badai tiada henti.
Hari
perpisahan—matahari menjadi api, malam berubah kelam. Segala
bunga
layu—mati !
Duka-lara
menyesak dada
yang
terluka. Kehilangan. Setelah
mencecap
cinta yang utuh. Segalanya diambil kembali. Kau
tak
lagi milikku. Aku—
tak
jua milikmu.
Kau
dan aku mencari jalan pulang
ke
tempat paling misteri
berjalan
sendiri-sendiri
di
antara malam-malam yang sunyi
tanpa
membisiki nyanyian rindu lagi.
Di
hari ke-seribu empat ratus satu
aku
tak henti menghitung mundur waktu
aku
tarhenyak—
pada
satu kenyataan. Hanya ada dua malam
yang
kita telusuri dalam rasa.
Malam
pertemuan dan malam perpisahan.
Hanya
ada dua malam;
malam
pertama, bulan penuh cahaya—malam purnama yang indah
sesuatu
yang gaib menyatukan getaran dua hati kita.
Malam
penuh cinta. Penuh gelora rindu.
Malam
kedua, malam kelam tanpa bulan
tanpa
satu pun kerlip bintang
malam
jahanam yang paling gulita
menggelapkan
hati dua insan dalam rindu dendam
mengharu
biru—Malam perpisahan
saat
sang takdir mengambil kembali segala
milik-Nya
dari kefanaan.
Pada
malam ke 1.401 kuingat lagi
pesanmu;
“Kau harus selalu siap didatangi
dan ditinggalkan dalam kehidupan
fana.”
kutulis
sebagai narasi terindah dalam catatan kenangan.
Malam-malam
berikutnya
kubaca
kembali satu paragraf pesan terakhirmu.
Lalu
aku bebas. Bebas dari cinta semu.
Dari
derita rindu.
Bebas
dari jerat dendam.
Aku
lepas. Terbang—
bersama
mimpi-mimpi
yang
kau tanam di dadaku.
(*)
(Naroemontak; 31 Juli 2015)
#Tanah Rantau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar